Lalu beliau menjawab dengan jawaban yang luar biasa. Jawabannya kurang lebih seperti ini: "Akhwat semua mau tahu jawabannya kenapa saya pakai motor?. Karena kalau saya pakai mobil, akan sulit diduplikasi." Duplikasi? Kami terbengong tidak mengerti. Lalu beliau melanjutkan: "Dalam berdakwah, kita harus posisikan diri dengan objek dakwah kita. Jangan sampai apa yang kita lakukan, yang kita kenakan.. itu dirasa terlalu tinggi oleh objek dakwah kita. Kalau saya pakai mobil, mereka akan berpikir: Wah, harus punya mobil ya supaya jadi seperti Ustadz?" Kami terdiam. Malu.
Beliau masih melanjutkan. "Saya barusan ngisi halaqoh anak2 SMA, mereka baruuu banget mulai ngaji, jadi ngga ngerti kalau ngaji itu harus bawa apa aja?." Kemudian beliau mengeluarkan segenggam pena dan sebuah buku notes tebal. "Nih…saya sediain pena dan notebook buat
mereka. Ngga perlu menyuruh mereka bawa ini. Pertama kita yang bawa, minggu depan mereka insyaAllah sudah bawa buku dan pena".
Beliau juga, yang mencontohkan bahwa bakti kepada orang tua, adalah di atas segala-galanya. Bukan sekedar kata, beliau melakukannya. Beliau selalu mengantar Ibundanya ke pasar untuk belanja bahan dagangan sayuran setiap malam mulai pukul 00 hingga pukul 2 dinihari. Bahkan beliau bilang.. "Haji atau umroh bagi saya belum lebih wajib daripada berbakti kepada Ibunda saya. Selama beliau masih ada, beliau-lah letak bakti saya". Beliau yang membesarkan hati kami ketika mulai kesulitan, bosan, dan merasa tak sanggup lagi.
Beliau bilang.. "Menghafal itu bukan tentang seberapa banyak dan cepatnya, melainkan tentang seberapa lebih dekat kita dengan Allah dengan hafalan kita. Seberapa besar kita menikmatinya dalam sholat. Seberapa lebih baik diri kita seiring bertambahnya hafalan".
Beliau selalu sedia pensil dan penghapus ketika menyimak murojaah kami. Melingkari yang salah agar kami ingat terus letak kesalahannya. Kemudian, ketika kami murojaah lagi di lain waktu.. beliau akan siaga dengan penghapusnya. Untuk apa? Untuk menghapus lingkaran-lingkaran kesalahan yang tidak kami ulangi. Percaya atau tidak, cara ini sangat berkesan di hati saya. Sangat. Betapa beliau sangat menghargai perjuangan kami dalam memperbaiki kesalahan.
Seperti itulah, Guru tahfidz kami ~hafizhahullah~ yang begitu teladan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar