Kamis, 30 Oktober 2014

SAJAK UN karya Tere Liye

Jika cinta adalah pilihan, maka dia persis soal pilihan ganda.
Jika cinta adalah alasan, maka dia persis soal esai.
Jika cinta adalah kesempatan, maka dia persis soal 'benar' atau 'salah'.
Jika cinta adalah kecocokan, maka dia persis soal mencocokkan daftar A dgn daftar B

Entahlah, jenis soal apa cinta ini.
Yang pasti, tdk ada cinta yg tdk pernah diuji.
Dan ketahuilah, semakin tinggi cinta itu, maka akan semakin dahsyat ujiannya.

Jangan mengeluh.
Jangan risau.
Hanya org2 terbaik yg akan lulus.
Lantas melihat kristal cintanya begitu indah.

Rabu, 29 Oktober 2014

'Tak Bolehkah Kita Semulia Aisyah...?'

Padang pasir itu begitu panas. Membuat Al A'masyi yang menemani Harun Ar Rasyid pergi berburu menjadi sangat kehausan. Menteri itu pun menoleh ke kanan dan ke kiri, barangkali ada orang yang bisa memberinya air.

Pandangan Al Ma'masyi berhenti pada sebuah kemah. Ya, ada kemah di padang pasir ini. Ia pun bergegas ke sana. Ternyata kemah itu dihuni oleh seorang wanita cantik yang mempesona.

Melihat ada tamu yang datang, wanita itu mempersilakannya untuk duduk agak jauh darinya.

"Aku Al A'masyi, menterinya Harun Ar Rasyid. Bolehkah aku minta air?" kata Al A'masyi memberitahukan keperluannya.
"Maaf, suamiku melarangku memberikan air kepada orang lain," jawab wanita itu membuat Al A'masyi yang tadinya berharap segera terbebas dari kehausan merasa harus menahan sabar. Muncul pertanyaan dalam dirinya, mengapa suami wanita ini melarangnya menolong orang lain.
"Tapi aku punya jatah makan pagi, berupa susu yang belum kuminum. Ambillah untukmu." Lanjut wanita itu. Al A'masyi bersyukur sekaligus kagum dengan kemuliaan wanita tersebut.

Tak berselang lama, wajah wanita itu tampak berubah. Rupanya ada sebuah titik hitam mendekat. Makin lama makin tampak, seorang laki-laki di atas untanya berjalan ke arah kemah itu.

"Itu suamiku" kata wanita tersebut sambil bergegas menghampiri suaminya. Ia membantu lelaki tua, hitam dan jelek itu turun dari ontanya, serta mencuci tangan dan kakinya. Laki-laki itu kemudian masuk ke dalam kemah tanpa mempedulikan dan menyapa Al A'masyi. Dari dalam kemah, terdengar laki-laki itu berkata buruk kepada istrinya.

"Aku kasihan kepadamu," kata Al A'masyi kepada wanita itu, sebelum ia berpamitan. "Engkau ini masih muda, cantik, berakhlak mulia, tetapi bergantung kepada suami tua, hitam dan buruk akhlaknya. Mengapa kamu bergantung kepadanya? Apakah karena hartanya? Padahal ia miskin. Apakah karena ketampanannya? Padahal ia hitam dan jelek. Apakah karena akhlaknya? Padahal akhlaknya buruk"

"Aku justru kasihan kepadamu wahai Al A'masyi" jawab wanita itu dengan tegas. "Bagaimana mungkin Harun Ar Rasyid punya menteri yang berusaha menjauhkan seorang muslimah dari suaminya. Ketahuilah, iman itu separuhnya adalah syukur dan separuhnya adalah sabar. Aku bersyukur karena Allah membimbingku dengan Islam dan memberiku kecantikan. Dan kini aku belajar bersabar dengan suami seperti yang engkau sebutkan."

Al A'masyi tak bisa berkata apa-apa. Sungguh mengagumkan wanita itu. Allah telah memuliakan akhlaknya sebagaimana Dia telah mempercantik wajahnya.

Sebagaimana keseluruhan hidup ini, pernikahan juga ujian. Istri atau suami yang telah menikah dengan kita, kadang kita dapati tidak sesuai dengan mimpi-mimpi indah kita. Allah telah memberikan banyak contoh. Ada pasangan ideal seperti Adam dan Hawa, Ibrahim dan Sarah, atau Muhammad dan Khadijah. Namun Allah juga memberikan contoh sejarah, ada Nuh dan istrinya. Ada Fir'aun dan istrinya.

Sungguh membahagiakan jika suami dan istri kita adalah sosok ideal yang kita harapkan. Tetapi jika kita telah menikah dan suami atau istri kita tak seideal yang kita harapkan, kebahagiaan itu ada pada sikap kita. Ada nasehat bijak mengatakan, jika suami kita tak seburuk Fir'aun, tidak bolehkah kita menjadi perempuan semulia Asiyah.?

Tiada yang melebihi selain cinta kepada Sang Khalik

Untuk direnungkan, kutipan dari buku "Ayah" karya Irfan Hamka, h.212-213:

BUYA Sepeninggal Istrinya

Ketika dalam sebuah acara Buya Hamka dan istri beliau diundang, mendadak sang pembawa acara meminta istri Buya untuk naik panggung. Asumsinya, istri seorang penceramah hebat pastilah pula sama hebatnya.

Naiklah sang istri, namun ia hanya bicara pendek. "Saya bukanlah penceramah, saya hanyalah tukang masaknya sang Penceramah." Lantas beliau pun turun panggung.

Dan berikut adalah penuturan Irfan, putra Buya, yang menuturkan bagaimana Buya sepeninggal istrinya atau Ummi Irfan.

"Setelah aku perhatikan bagaimana Ayah mengatasi duka lara sepeninggal Ummi, baru aku mulai bisa menyimak. Bila sedang sendiri, Ayah selalu kudengar bersenandung dengan suara yang hampir tidak terdengar. Menyenandungkan 'kaba'. Jika tidak Ayah menghabiskan 5-6 jam hanya untuk membaca Al Quran.

Dalam kuatnya Ayah membaca Al Quran, suatu kali pernah aku tanyakan.

"Ayah, kuat sekali Ayah membaca Al Quran?"tanyaku kepada ayah.

"Kau tahu, Irfan. Ayah dan Ummi telah berpuluh-puluh tahun lamanya hidup bersama. Tidak mudah bagi Ayah melupakan kebaikan Ummi. Itulah sebabnya bila datang ingatan Ayah terhadap Ummi, Ayah mengenangnya dengan bersenandung. Namun, bila ingatan Ayah kepada Ummi itu muncul begitu kuat, Ayah lalu segera mengambil air wudhu. Ayah shalat Taubat dua rakaat. Kemudian Ayah mengaji. Ayah berupaya mengalihkannya dan memusatkan pikiran dan kecintaan Ayah semata-mata kepada Allah," jawab Ayah.

"Mengapa Ayah sampai harus melakukan shalat Taubat?" tanyaku lagi.

"Ayah takut, kecintaan Ayah kepada Ummi melebihi kecintaan Ayah kepada Allah. Itulah mengapa Ayah shalat Taubat terlebih dahulu," jawab Ayah lagi.

Kesabaran

Ketahuilah bahwa sabar, jika dipandang dalam permasalahan seseorang adalah ibarat kepala dari suatu tubuh. Jika kepalanya hilang maka keseluruhan tubuh itu akan membusuk. Sama halnya, jika kesabaran hilang, maka seluruh permasalahan akan rusak.

Ali bin Abi Thalib

Senin, 27 Oktober 2014

Ubudiah

Sharing taujih ba'da Shubuh
Ustadz Abdul Aziz Abdur Rauf Al-Hafizh, Lc
19 oktober 2014

Mabit qur'an @ ulil albab
RQ inspirasi, SQ UII, Rumah TahfizhQU Jogjakarta

Jika kita baca Al-kahfi maka bisa terlindung dari fitnah dajjal.
Dajjal ini sudah disosialisasikan dari zaman nabi Nuh.
Fitnah dajjal adalah, fitnah tauhid, dajjal merayu dengan segala atraksinya untuk berpaling dari Allah dan Rasulullah SAW.

Allah memanggil Rasulullah dengan nama 'abdihi
Harapannya bisa dicontoh oleh umatnya, agar bisa sebenar-benarnya sebagai 'abdihi.

Makna dari ayat pertama surat alkahfi,
Merupakan rasa syukur atas turunnya Al-Quran
Apakah kita bersyukur dengan adanya Al-Qur'an?

Al-Qur'an ini diturunkan bukan untuk menyusahkan, tapi untuk membuat bahagia

'Ala 'abdihi, Alquran diturunkan kepada Rasululllah yang tingkat penghambaanya sudah sampai 'ubudiyah

Dan kita pun bisa sampai tingkat 'ubudiyah, untuk menjadi ahlu qur'an

Qt sudah sampai 'ubudiyah jika kita sudah bisa melakukan ibadah taqarrub 'iLallah yang diluar akal nalar manusia.

Misalkan: Bangun jam 2 pagi, terus terjaga sampai setelah subuh.
Ini kalau bukan karena semangat ingin dekat dengan Allah, diluar nalar manusia
tapi Allah menolongnya,
sehingga bisa dilakukan.

Inilah kenapa Fadhilah Qiyamullail, shalat Fajar, Shalat subuh, apalagi sampai menunggu syuruq, sangaaaaaaattttt tinggi Fadhilahnya,
Ini adalah ibadah Ribath.

Karena ini bukti 'ubudhiyah kita kepada Allah, dan Allah beri apresiasi yang besar kepada hamba-hamba-Nya yang melakukan ini..

Kalau sudah bisa seperti itu, lakukan setiap hari,
Sampai meninggal..

'Ubudiyah : melakukan ibadah yang perjuanganya dahsyat, dan Allah pasti memberikan point sangat besar, dan membukakan pintu untuk kita bisa dekat dengan Al-Qur'an.
Semangat melakukan ibadah, semangat 'ubudiyah, semangat penghambaan tinggi kepada Allah

Seperti sahabat Hudzaifah, menjadi ma'mum Rasulullah dalam shalat malam 1 raka'at. Baca Al-Baqarah, Ali 'Imran, An-Nisa.
Walaupun ada rasa mengeluh di dalam hatinya, tetapi bisa selesai juga.
Ini karena semangat 'ubudiyahnya Hudzaifah.

Coba cek tingkat 'ubudiyah kita.
Apakah bisa kita tilawah satu juz perhari?
Jika diluar nalar, coba dikerjakan, jika berhasil, maka sudah masuk tingkat 'ubudiyah
Kemudian tingkatkan lagi.

Mengafal Al-Qur'an  semangatnya adalah penghambaan kita kepada Allah SWT.

Rasanya hari ini tidak masuk akal, orang bisa menghafal satu Al-Qur'an seperti  membaca Alfatihah.
Ini secara akal, rasanya tidak mungkin, susah, panjang, repot,
bukan secara 'ubudiyah.. karena jika 'ubudiyah kuat tiada yang mustahil.Coba dilihat bagian akhir QS. Al Ankabut.

Misalkan: membaca alma'tsurat kubra tiap hari, kalau dipikir-pikir tidak mungkin, repot, harus masak, kerja, olah raga pagi dll. Ini jika kita lihat pakai akal.
Bukan pakai semangat 'ubudiyah

Jika kita terus melihat secara akal, tidak akan bisa kita melakukan ibadah-ibadah yang menurut kita tidak bisa.
Kalau kita melihat dengan semangat 'ubudiyah, maka Allah akan tolong, dan kita bisa melakukan ibadah-ibadah itu.

Seperti ibrah dari kisah Nabi Nuh a.s, yang sabar dan terus mendekatkan diri kepada Allah.
Allah akan dekat dengan kita jika kita berdo'a (Al-Baqarah)

Kemudian mintalah kebutuhan akhirat kita, kepada Allah agar kita bisa dekat Allah.
Minta surga, walaupun merasa tidak pantas, karena belum jadi tampang ahli surga ( sudah berjihad dan sabar), tapi Allah senang jika kita berdoa.
Dan Allah sangat senang jika kita serius minta surga.
Allah berdialog dengan malaikat.
Wahai malaikat, itu hamba-hamba-Ku belum lihat surga, kok sudah serius minta surga?
Kata malaikat, iya ya Allah, kalau mereka sudah melihat,
1000 x lagi lebih serius minta Surganya.

Begitu juga dengan dialog tentang seorang hamba yang minta dijauhkan dari neraka.

Mari Membangun 'ubudiyah dalam diri kita.
Semoga dimudahkan untuk bisa akrab dengan Al-Qur'an. Aamiin

Rabu, 15 Oktober 2014

Musibah Yang Sering Tidak Disadari

Diantara doa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا
"Ya Allah janganlah Engkau jadikan musibah kami pada agama kami"
Musibah pada agama adalah semua perkara yg mengurangi agama kita, seperti malas beribadah, malas pengajian, malas sholat malam, malas bersedekah dll.
Seringkali kita benar-benar merasa terkena musibah jika musibah tersebut berkaitan dengan dunia kita, seperti berkurangnya harta, jiwa, atau ditimpa penyakit. Akan tetapi tatkala kita menjadi malas dalam beribadah malah kita anggap hal yg biasa. Padahal itu adalah musibah... bahkankah musibah agama lebih parah daripada musibah dunia....

Betapa sering musibah yg menimpa agama kita tersebut karena kemaksiatan yg kita lakukan, sebagaimana dikatakan, "Kemaksiatan dan dosa mengantarkan pelakunya terjerumus dalam kemaksiatan dan dosa berikutnya"
Ya Allah ampunilah dosa kami...jangan Kau jadikan musibah menimpa agama kami yang sangat minim ini....